Foto

MM

Koleksi Cerpen Mufa Media: Renungan Pak Tua, Sang Penjaga Sekolah

Mufa Media - Sebuah cerpen original karya penulis Mufa Media yang dapat dibaca sebagai teman duduk. Sarat akan pesan moral didalamnya. Selamat menikmati.
Sumber Gambar: https://pixabay.com/

 RENUNGAN PAK TUA, SANG PENJAGA SEKOLAH

Pagi itu serasa tak seperti pagi-pagi sebelumnya. Angin terasa lebih menusuk ke pori-pori. Pasalnya tadi malam habis hujan lebat disertai angin badai yang sangat kencang hingga beberapa rumah di sekitar sekolah itu porak-poranda hingga tinggal puing-puing. Memang pada musim-musim ini badai lebih sering mengamuk perkampungan itu. Kadangkala alam tidak selalu memihak kepada manusia. Konon dalam hukum kausal itu semua seringkali karena ulah manusia sendiri yang semena-mena terhadap alam hingga alam pun enggan untuk berkompromi dengan manusia. Sebuah ironi yang membuat hati terenyuh.

”Saya harus tetap kuat dengan semua ini” ,teguhnya tiap kali dalam hati. Hati yang telah sekian lama menahan keadaan-keadaan yang seringkali tidak memihak kepadanya. Dia tak bosan-bosan menantikan harapan-harapan yang selama ini masih sebatas menjadi bunga tidurnya saja. Sekedar berharap dapat menghidupi keluarganya dengan sebuah kelayakan, dengan - sebuah kesejahteraan sederhana.  Dengan harapan-harapan itulah kakek tua ini menjalani kehidupannya. Sebuah kehidupan yang sangat memprihatinkan hingga dapat membuat miris hati tiap orang.

Selama ini kakek dengan bekal pendidikan dan ijasah SMP  seperti dia hanya mampu menghidupi keluarganya dengan cara mengabdikan dirinya di sekolah pinggiran kota nan miskin itu, sebagai penjaga sekolah. Dengan pekerjaan inilah dia terus berusaha menghidupi keluarganya, terutama cucunya satu-satunya dari anak satu-satunya pula yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu dikarenakan kecelakaan maut ketika akan belanja untuk  persiapan persalinannya. Kala itu anak perempuannya tengah hamil tua.

Telah dua puluh lima tahun dirinya menetap disekolah itu dengan status sama seperti pertama kalinya dia diterima bekerja, tersebut yakni sebagai tenaga sukarelawan dengan gaji yang tak seberapa dari sekolah swasta miskin yang hampir saja gulung tikar karena kekurangan murid. Namun mungkin Tuhan masih sayang dengan kakek tersebut karena ketulusan yang dimiliki. Walaupun mungkin penghasilan tak seberapa namun - keyakinan akan balasan kenikmatan yang setimpal dari Sang Pencipta yang akan dirasakan di kehidupan masa depan, setelah mati sangat kuat menancap di relung hatinya. Itulah mungkin satu-satunya motivasi yang membuat dia bertahan hingga saat ini.

Hidup ini hanya sementara, kehidupan yang abadi adalah kehidupan di negeri akhirat nanti. Maka dari itu persiapkanlah bekalmu semenjak di dunia ini untuk kehidupan tersebut. Karena kebahagiaan abadi akan menanti orang-orang yang bertaqwa dan selalu mengikuti jalan-Nya”. Kata-kata itulah yang selalu terngiang-ngiang jelas di telinganya. Petuah itu ia dapatkan dari seorang Kyai sederhana yang kerap mengisi pengajian di musholla sederhana dekat sekolah yang ditempatinya itu.

Dengan fisik yang sudah sedemikian lemah karena termakan usia, kini dia sudah tak mampu lagi melakukan kerja sampingan seperti menerima tawaran mencangkul di sawah orang pedesaan disekitar sekolah, atau tawaran menggali sumur. Kini dia hanya mampu menjaga sekolah tersebut dengan cara menjaga dan merawat, setiap hari menyapu halamannya dan merawat tamannya. Sebatas itulah pekerjaan yang masih mampu dilakukannya hingga sekarang.

Namun walaupun begitu, dengan segala keterbatasan yang ada dia masih bersiteguh untuk rela menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk membantu seorang anak yatim piatu yang juga ikut tinggal bersamanya disamping menghidupi cucu kesayangannya satu-satunya. Dia merawat kedua anak itu dengan segenap kasih sayang dan perhatian. Kasihan, karena kedua anak itu sama-sama bernasib malang  karena ditinggal mati kedua orang tuanya karena kecelakaan beruntun yang terjadi sebulan yang lalu.

Ketentuan Sang pencipta untuk makhluk-Nya memang tak dapat ditebak. Tiap sesuatu yang digariskan oleh-Nya selalu mempunyai rahasia tersendiri yang kadangkala selalu disalahartikan oleh kebanyakan manusia, terlebih ketika mereka ditakdirkan mengalami hal-hal yang tidak mereka inginkan dan mereka benci. Sebuah ironi memang jikalau sekelompok manusia merasa tidak mendapat keadilan dari Sang Pencipta dikarenakan mereka tertimpa keadaan-keadaan yang tidak sesuai dengan rencana dan kehendak hatinya.

Renungan-renungan semacam itulah yang selalu memenuhi hari-hari kakek tua ini. Karena dengan begitu dia merasa lebih bisa - mensyukuri kehidupannya saat ini. Kadangkala dia merenung jika sedang sendirian. Dia menyempatkan diri untuk melakukan hobinya tersebut sembari terpaku di mulut jendela gubuk sederhana yang diberikan sekolah untuknya. Dengan merenung seperti itu sang kakek menghibur hatinya. Hati yang tak pernah rapuh untuk menjalani kehidupan ini.

***
Koleksi Cerpen Mufa Media: Renungan Pak Tua, Sang Penjaga Sekolah
Sumber Gambar: https://pixabay.com/

Dengan sapu yang dipegangnya kini ia membersihkan halaman sekolah dan dengan alat penyiram air yang sudah mulai termakan usia itu ia selalu menyirami dan merawat taman-taman sekolah setiap hari tanpa rasa jemu. Dia menganggap bahwa pekerjaan yang dijalaninya kini adalah sebuah pekerjaan mulia yang menawarkan kebahagiaan bathin tak terkira.

Hal itu sangat bertolak belakang jika dibandingkan dengan sebagian besar orang yang dijumpainya yang selalu mengeluh dengan keadaannya sendiri. Seakan-akan mereka selalu merasa kurang dengan apa yang telah dimilikinya saat ini. Padahal secara materi orang-orang  tersebut jauh lebih kaya jika dibandingkan dengan dirinya. Kenapa sebagian besar manusia terlalu sulit untuk bersyukur kepada Tuhan Yang telah menganugerahkan kenikmatan-kenikmatan yang tak terhitung nilainya? Kenapa mereka tak mau menyempatkan diri untuk sekedar merenungi kebesaran dan kekuasaan-Nya lalu mensyukuri segenap anugerah yang telah dilimpahkan-Nya? Kenapa masih saja banyak manusia yang seolah lupa pada Penciptanya tatkala diberi kenikmatan-kenikmatan oleh-Nya?Bahkan sampai ada sebagian dari mereka yang justru menganggap bahwa Tuhan tidak adil. Kenapa seperti itu? Kenapa?.Pertanyaan-pertanyaan itulah yang senantiasa berkecamuk di hati pak Tua dalam renungan-renungannya selama ini. Dia menganggap itu  merupakan sebuah fenomena yang aneh baginya.

Dengan perenungan semacam itu ia semakin mantap untuk selalu bersyukur kepada-Nya, karena walaupun dengan keadaan seperti saat ini dia masih dianugerahi kesadaran akan betapa pentingnya rasa syukur kepada-Nya . Hatinya masih setia dalam balutan dzikir kepada Tuhannya. Lidahnya masih lancar dalam mengeja keagungan ayat-ayat-Nya. Fikiran dan hatinya masih sanggup untuk melakukan  perenungan akan keindahan-keindahan yang diciptakan-Nya. Dia dapat merasakan sungguh nikmat dapat bersyukur kepada-Nya.

***

Post a Comment

0 Comments